Menjelang memasuki kota Cirebon, pasukan Belanda dibagi menjadi dua bagian, yang sebagian dari arah timur dan sebagian dari arah selatan. Ada yang dari arah barat daya masuk melalui Sumber dan yang dari barat melalui Kedawung. Pasukan tentara Belanda yang datang dari arah barat mendapat sambutan hangat dari pasukan Siliwangi yang mengambil kedudukan di atas atap rumah-rumah penduduk yang terlindung oleh banyak pepohonan.
Di dalam Palagan Cirebon, pasukan TNI tak memiliki meriam, maka tembakan diarahkan langsung, walaupun tembakan tersebut hanya mengenai tank-tank baja dan diibaratkan tidak akan tembus. Namun setidaknya, ada sambutan perlawanan dari rakyat dan TNI. Suatu kejutan bagi Belanda sebelum memasuki Kota Cirebon sudah mendapat perlawanan yang hebat.
Kolone kedua yang dipelopori oleh tank Belanda berlapis kubah, dengan tujuan utama merebut dan menguasai Pelabuhan Cirebon. Tank-tank Belanda diikuti oleh pasukan infanteri di belakangnya, mendekati jalan-jalan persimpangan, mereka lalu melepaskan tembakan-tembakan gencar ke arah jalan dengan maksud membersihkan jalan yang akan dilalui oleh pasukannya.
Setibanya di daerah pelabuhan pasukan infanteri Belanda berjalan di depan tank-tank dan mendapat perlawanan yang cukup sengit dari TNI. Pada saat Palagan Cirebon, pasukan TNI belum memiliki persenjataan yang memadai, sehingga di dalam menghadapi tank-tank ini boleh disebut TNI tak berdaya untuk menghancurkan kendaraan berlapis baja tersebut.
Sebuah kejutan yang tak diduga adalah adanya para penembak perunduk (snipers) yang bersembunyi di atas atap genteng perumahan yang ada di pelabuhan dan dari pohon-pohon yang rimbun masih mampu melakukan tembakan sambutan. Seorang pengendara tank Belanda merasa sudah aman di saat tiba di Pelabuhan Cirebon, dan ingin menghirup udara sejuk di Pelabuhan tersebut. Namun tiba-tiba mendapat tembakan dari gerilyawan yang bersembunyi di atas pohon, sehingga menderita luka-luka yang cukup parah dan segera dilarikan ke rumah sakit.
Komandan peleton tank baja milik Belanda ini tak menduga adanya para penembak yang tersembunyi. Sesungguhnya para pejuang tersebar di sekitar pelabuhan tanpa diketahui oleh tentara Belanda. Menurut anggapan para pejuang berkorban untuk nusa dan bangsa adalah sesuatu yang dianggap hikmat oleh para pejuang di Jawa Barat, baik di saat itu, kini maupun waktu yang akan datang. Keberhasilan menembak komandan peleton tank baja tersebut menambah semangat juang mereka membara.
Siliwangi dan TP kondisinya tak siap menghadapi serangan mendadak. Mereka memperkirakan bahwa pasukan tentara Belanda masih berada dalam perjalanan, disebabkan adanya hambatan dari para gerilyawan yang sengaja menumbangkan pohon-pohon.
Kondisi TP bagian pertahanan sebagian sedang bertugas di luar kota Cirebon dan sebagian lagi sedang berlibur sekolah. Seperti halnya Yogie S. Memet dan Dodi Sutarli, keberadaan mereka sesungguhnya tidak semata-mata berlibur namun mereka juga turut bertempur di desa Mangunrejo, selain itu juga mengikuti pertempuran di Tasikmalaya daerah Singaparna.
Serangan dari dua arah ini membuat pasukan TNI kewalahan sementara konsentrasi pertahanan sedang diarahkan pada penyerangan Belanda dari Pelabuhan Cirebon. Pusat Perhubungan seperti Pemancar Radio, Kantor Telkom dan Stasiun Kereta Api, menjadi sasaran musuh guna mengacaukan Komando TNI.
Saat itu pertahanan TNI hanya ada dua kompi, yaitu Angkatan Laut yang dipimpin oleh Kolonel Simanjuntak ditambah 2 peleton dari kompi senapan mesin. Sedangkan Detasemen Siliwangi dipimpin oleh Letnan Suparman telah menduduki posnya dari awal di pelabuhan.
Kombinasi tank Belanda dengan infanterinya tak dapat ditandingi oleh pasukan infanteri TNI. Perlahan-lahan tapi pasti pasukan tentara Belanda, memasuki kota Cirebon, dan pasukan TNI menyingkir ke arah selatan meninggalkan kota. Dalam saat pengunduran diri dari Cirebon, dari arah yang sama menyerbu dengan cepat tank-tank musuh yang diikuti oleh batalyon infanteri bermotor yang memukul pasukan TNI dari belakang.
Kedua kolone ini membelok ke arah jalan raya dan memasuki jalan kecil yang tidak ada pertahanannya dan tiba-tiba sudah menguasai kota dengan membunyikan sirine meraung-raung, sehingga seluruh kota dan penduduk terkejut. Kemudian kedua kolone ini menuju ke pelabuhan. Pasukan ALRI dengan peralatan seadanya tak sanggup melawan dan mempertahankan pelabuhan.
Buku Palagan Cirebon yang diluncurkan...
Ikatan Keluarga 400 (IKKEL 400),...
Pelatihan-pelatihan yang pernah didapat di...
Baskara Harimukti Sukarya,...