Peluncuran buku Palagan Cirebon bagaikan kepak sayap generasi penerus 400 untuk berkiprah menjaga kelestarian wasiat para leluhur dalam payung persatuan dan kesatuan. Kami akan terbang membawa berita tentang suatu bangsa yang pernah dijajah di zaman kolonial, namun kami punya Pancasila di dada Burung Garuda yang membawa berita tentang indahnya negeri kami Indonesia tercinta.
Di antara hamparan sawah yang terbentang bagaikan permadani dari karya kaum petani nan di kaki bukit Ciremai, inilah sekeping Surga di bumi Indonesia. Lalu pentingkah kita mengenang masa yang telah berlalu. Saleh Basarah berkata: “Tak ada masa kini tanpa melampaui masa lampau, tak ada kemerdekaan tanpa perjuangan. Tak ada pahlawan bila tanpa ada perjuangan. Walau pahlawan tak selamanya dikenang, tapi perjuangannya tak pernah hilang.” Lalu orang bijak berkata: “Pahlawanku sinarku.”
Kesungguhan itu terbit karena semangat persatuan dan kesatuan yang telah menjadi landasan kepribadian bangsa ini dalam mencapai kemenangan. Kini Pancasila telah dirasakan nafasnya oleh bangsa ini. Dari sini kami akan menjelajah negeri menjadi penyampai kisah sampul para pejuang yang telah mulai memudar dari ingatan bangsa. Apalagi para generasi penerus yang tak hidup dalam zaman perjuangan.
Mereka seakan tenggelam dalam era perubahan zaman. Kami para generasi penerus berusaha menggugah rasa dan mengajak para kawula muda untuk membangun rasa kebangsaan lewat ruh kebangsaan dari Indonesia. Kewajiban kami para generasi penerus menjadi pembimbing kawula muda agar lebih mencintai negerinya sendiri, mencintai budaya bangsanya sendiri, mencintai adat-istiadat dan lingkungan hidup negerinya sendiri. Karena di sinilah Surgamu telah diletakkan oleh Tuhan Yang Maha Esa berabad-abad yang lampau.
Semangat dan tekad ini telah disampaikan oleh para pengurus generasi penerus pada saat peluncuran buku Palagan Cirebon, tanggal 23 Juni 2022 di Gedung Joang ’45. Bertempat di gedung ini merupakan spirit kebangsaan yang berusaha dibangun lewat peninggalan masa lampau di masa perjuangan kemerdekaan.
Kini para generasi penerus yang memiliki rasa tanggung jawab kepada bangsa ini dengan membangun spirit kebangsaan di antaranya adalah Moh. Lendi Basarah putra KSAU Saleh Basarah; Baskara Harimukti, Ghea Sukarya, putra-putri Sutadi Sukarya; Wahuni Kamila putri Moekmin Kamaloedin; Rony Roe’yat Rachmat; Hadi Mutaqin, Janaka, dan Dodo, adalah sekelompok kecil dari pegiat generasi penerus Keluarga 400 yang akan mengepakkan sayapnya agar para kawula muda lebih merasa terpanggil untuk melanjutkan gagasan para pendahulu.
Dalam acara peluncuran buku Palagan Cirebon, tampaknya telah banyak kawula muda yang terlibat di antaranya Amanda dan Yana (cucu Sutadi Sukarya), Ghani dan Dinda Talita (cucu Moekmin Kamaloedin), Evan (cucu Moch. Jachja), Oji (cucu Slamet Widjajasasmita), dan lain-lainnya mulai merasa terbina dalam wadah kebangsaan generasi penerus 400. Mereka para kawula muda ini merupakan pengawal dari kepak sayapnya generasi penerus Keluarga 400 guna menyumbangkan karyanya pada bidangnya masing-masing.
Sebagai contoh, kisah seorang Amanda dan Yana, cucu dari Sutadi Sukarya, mereka merasakan tetes-tetes perjuangan kakeknya mengisi kembali nafas kehidupan dalam alur semangat mempertahankan nilai-nilai positif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Walaupun mereka berdarah campuran, darah kolonial mengalir dalam tubuhnya, tetapi semangat nasionalismenya sangat luar biasa. Amanda dan Yana telah menjadi sosok generasi muda yang mencintai budaya, adat istiadat bangsanya, sampai ke relung hatinya.
Ini adalah sebuah didikan kebangsaan yang ditularkan dan disemai semenjak anak cucu para pejuang TP Yon 400 Cirebon mulai dewasa melalui dongeng orang tuanya, kakeknya, yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Perilaku semacam ini hampir dilakukan oleh sebagian besar tokoh-tokoh dari generasi penerus 400 yang berupaya membangun keluarganya sebagaimana angan-angan dan cita-cita kakeknya di masa lampau, bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan yang tak terpisahkan satu dengan yang lain.
Sebuah pembelajaran sejarah yang berkelangsungan hingga membentuk kepribadian dari para kawula muda ini memiliki rasa cinta damai bagi negerinya. Menilai karya agung dari buku Palagan Cirebon yang selama 8 tahun baru terbit setelah para sesepuh kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, merupakan sebuah bentuk kerja sama yang dibangun bukan hanya dari kaum tua saja, tetapi justru kawula muda inilah yang turut menjadi penopang keberhasilan buku Palagan Cirebon.
Layak bila tulisan ini kami beri ulasan sebagai kepak sayap generasi penerus 400, karena saat ini para generasi penerus keluarga 400 merasa yakin menetapkan langkahnya menuju pada masa depan yang senafas dengan kebutuhan bangsanya di dalam membangun persatuan dan kesatuan NKRI.
Buku Palagan Cirebon yang diluncurkan...
Ikatan Keluarga 400 (IKKEL 400),...
Pelatihan-pelatihan yang pernah didapat di...
Baskara Harimukti Sukarya,...