Gema Proklamasi yang berkumandang setelah Jepang menyerah kepada Sekutu beritanya menyebar ke berbagai pelosok tanah air, termasuk ke daerah Cirebon. Berita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai di Cirebon baru tanggal 18 Agustus 1945 pukul 13.00 WIB. Hari itu juga langsung diadakan rapat umum di alun-alun Kejaksan pada pukul 16.00 WIB. Masyarakat Cirebon menyambut berita Kemerdekaan ini dengan sangat antusias, menggelora dan spontan.
Keesokan harinya tanggal 19 Agustus 1945 seluruh kota disemarakkan dengan poster-poster dan coretan-coretan yang isinya mendukung Proklamasi Kemerdekaan dan siap mempertahankannya. Pemasangan poster dan coretan-coretan dipelopori oleh tokoh Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) daerah Cirebon yang bernama Hamid Attamimi bersama teman-temannya. Bendera Jepang Hinomaru segera diturunkan dan diganti dengan Sang Saka Merah Putih, di gedung Shuco (Gedung Residen), gedung tempat pemerintahan tertinggi Jepang di daerah Cirebon.
Pasca Proklamasi para pelajar Cirebon mempunyai wadah organisasi bernama GAPIT (Gabungan Tentara Pelajar Indonesia Tjirebon), melalui organisasi GAPIT para pelajar dapat menyalurkan antusiasme menyambut Proklamasi Kemerdekaan secara lebih teratur sehingga tidak bertindak secara perseorangan.
Aktifitas GAPIT antara lain adalah dalam bidang penerangan kepada masyarakat. Kegiatan penerangan dipandang penting karena rakyat memerlukan penjelasan tentang arti kemerdekaan yang sesungguhnya dengan segala perangkat yang ada di dalam sebuah negara merdeka dan berdaulat, seperti adanya Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, Wakil Presiden dan Para Menteri.
Maka untuk kegiatan di bidang ini, dibentuk sebuah tim penerangan dari IPI yang terdiri dari beberapa orang yang bertugas berkeliling ke kecamatan-kecamatan. Tugas mereka membawa poster-poster yang dinamakan wayang beber, segala sesuatunya dibeberkan supaya terlihat jelas dan divisualisasikan. Kegiatan ini berkoordinasi dengan Djawatan Penerangan daerah Cirebon. Pimpinan djawatan penerangan daerah Cirebon saat itu bernama Anwar Isnudikarta, seorang tokoh yang pandai berpidato berkobar-kobar layaknya seperti Soekarno. Dari tim pelajar pekerjaan wayang beber ini dipimpin oleh Sutadi Sukarya. Selain bertugas dalam kegiatan wayang beber, Sutadi juga seorang penyiar di stasiun RRI Cirebon yang sering membawakan warta berita. Sesekali membawakan musik keroncong sebagai salah satu siaran hiburan rakyat.
Aktifitas GAPIT yang lain adalah kegiatan palang merah yang merupakan salah satu tugas yang sama pentingnya. Mereka dilatih dalam bidang penanganan pertolongan bagi orang-orang yang mengalami kecelakaan atau mereka yang luka-luka dalam pertempuran.
Kegiatan lainnya adalah kegiatan kemiliteran yang merupakan salah satu kegiatan yang sangat diminati oleh para pelajar. Di sini diajarkan tidak hanya baris-berbaris saja, tetapi juga menghadapi musuh di medan pertempuran. Hal-hal semacam ini sesungguhnya telah pernah ditanamkan semasa pendudukan Jepang dengan dibentuknya pasukan PETA.
Semangat Proklamasi Kemerdekaan telah tertanam dalam jiwa para Pemuda Pelajar tidak hanya di Cirebon saja bahkan di seluruh Indonesia. Para pelajar ini pada umumnya mempunyai wadah organisasi di daerahnya masing-masing. Maka sebaiknya potensi para pelajar ini disatukan dalam satu wadah sehingga kekuatan mereka lebih berkualitas dan berdaya guna dalam membela perjuangan.
Maka pada tanggal 27 September 1945 di Yogyakarta segera diadakan pertemuan para pelajar seluruh Indonesia untuk membentuk suatu organisasi yang dapat mengkoordinir segala aktifitas mereka. Dari hasil pertemuan tersebut diputuskan agar para pelajar ini berada di bawah satu lambang keorganisasian yang bernama IPI (Ikatan Pelajar Indonesia) dan berpusat di Yogyakarta. Selaku utusan pelajar dari Cirebon waktu itu ditunjuk Samsi dari pelajar Taman Siswa.
Maka dengan dibentuknya IPI terjadi perubahan kepemimpinan, IPI Cirebon di bawah pimpinan Hamid Attamimi. Kepemimpinan Samsi dalam GAPIT tidak berlangsung lama setelah peleburan nama. Keanggotaan IPI karesidenan Cirebon meliputi daerah-daerah Cirebon, Kuningan, Majalengka dan Indramayu. Antara IPI karesidenan dan IPI kabupaten selalu ada hubungan erat. Di setiap kabupaten muncul tenaga-tenaga IPI yang menonjol, antara lain di Kuningan bernama Adjid dan Afidir yang kemudian hari ditangkap dan ditembak mati oleh Belanda. Sungguh tragis nasibnya.
Karesidenan Cirebon sebagai konsep geo-militer atau merupakan daerah pertahanan semakin menjadi utuh, setelah para pelajar sekaresidenan Cirebon bersatu dalam IPI Cirebon. Hal ini sangat penting dan dirasakan manfaatnya setelah daerah Cirebon mulai diduduki oleh tentara Belanda. Para pelajar ini mulai bersatu tanpa rasa canggung satu dengan yang lainnya, demi untuk melanjutkan perjuangan di daerah gerilya.
IPI karesidenan Cirebon merupakan organisasi pelajar yang kegiatannya menonjol sejak awal pasca Proklamasi sampai menjelang Agresi Militer Belanda I. IPI karesidenan Cirebon merupakan induk terbentuknya TP. Pembentukan dan aktivitas IPI bukan merupakan suatu langkah yang direncanakan untuk membentuk TP, tetapi potensi yang terkandung dalam aktivitas para pelajar justru yang mendukung untuk dibentuknya TP.
Keterkaitan antara IPI sebagai wadah pelajar dengan TP yang lahir kemudian jelas terlihat pada saat-saat diadakan latihan kemiliteran. Sponsor latihan kemiliteran adalah para TP bagian pertahanan yang bertindak sebagai pelatihnya ialah anggota Polisi Istimewa. Beberapa orang pelajar Cirebon pada awal tahun 1946 ada yang sudah pernah turut berjuang di front pertempuran Bandung dan Kerawang. Tokoh yang terkenal pada saat itu bernama Djikman, kelompok ini nantinya juga merupakan sebagian dari anggota TP.
Setelah beberapa pelajar yang berjuang di luar daerah Cirebon, kembali lagi ke Cirebon, maka potensi kekuatan para pelajar yang bergerak di bidang pertahanan semakin kuat. Hal ini menunjukkan agresivitas para pemuda pelajar yang terlibat di dalam pertahanan dan pertempuran semakin bertambah.
Keadaan ini menimbulkan kesulitan bagi pihak sekolah dan IPI dalam menempatkan para pelajar untuk bertugas di bidang lain yang tidak kalah pentingnya dengan bidang pertahanan. Misalnya bidang palang merah dan bidang penerangan bagi penduduk yang masih awam. Maka untuk mengisi bagian penerangan terpaksa harus menarik pelajar yang bertugas di bagian pertahanan.
Dengan didirikannya markas di Gunungsari sebagai basis markas para TP, menunjukkan semakin tingginya eksistensi para pelajar untuk bergerak dalam bidang militer. Hal inilah yang merupakan perkembangan awal dari terwujudnya suatu organisasi kemiliteran para TP.
Buku Palagan Cirebon yang diluncurkan...
Ikatan Keluarga 400 (IKKEL 400),...
Baskara Harimukti Sukarya,...
Pelatihan-pelatihan yang pernah didapat di...